SEDIAAN OBAT CAIR
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, solutio atau larutan adalah sediaan
cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Komponen di
dalam suatu larutan antara lain zat terlarut (solute), dan zat pelarut (solvent).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah larutan, seperti
larutan gula. Maka dapat diartikan sebagai zat terlarut (solute) adalah gula, dan
sebagai pelarut (solvent) adalah air / aqua.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, larutan adalah sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misalnya terdispersi secara
molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang sesuai.
Pelarut yang umum digunakan dalam sediaan obat adalah aquadest, akan
tetapi karena beragamnya sifat fisika dan kimia zat terlarut, maka pelarut yang
digunakan sebagai alternatif lain adalah etanol, gliserin, propilen glikol, minyak,
paraffin liquidum, dan lain-lain.
Penggunaan sediaan obat dalam bentuk larutan memiliki beberapa
keuntungan, yaitu :
1. Merupakan bentuk sediaan yang lebih disukai oleh anak-anak
2. Menjamin adanya keseragaman dosis dalam pemberian
3. Cocok diberikan kepada pasien yang sukar menelan obat dalam bentuk padat
4. Lebih cepat terabsorpsi di dalam tubuh jika dibandingkan dengan sediaan
tablet atau kapsul
Tipe larutan berdasarkan jumlah zat terlarutnya dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang
terlarut.
2. Larutan, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang
dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
Macam - Macam Sediaan Larutan Obat
Menurut cara pemakaiannya, sediaan larutan dapat dibedakan menjadi :
1. Larutan oral
Larutan oral adalah sediaan cair yang ditujukan untuk pemberian oral
(masuk ke dalam saluran cerna), mengandung satu atau lebih zat dengan
atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air
atau campuran air dan pelarut lainnya.
Potio (obat minum)
Potio adalah larutan yang penggunaannya dengan cara diminum.
Potio ini dapat berbentuk larutan jernih, emulsi ataupun suspensi.
Berdasarkan reaksi asam dan basa,
Potio dapat dibedakan menjadi :
1) Netralisasi,
Merupakan solutio yang diperoleh dengan cara
mencampurkan bagian asam dan basa hingga bereaksi sempurna dan
selesai, sehingga bersifat netral
2) Saturasi
Merupakan solutio yang diperoleh dengan cara
mencampurkan bagian asam dan basa, tetapi gas CO2 yang terbentuk
ditahan sebagian, sehingga larutan tersebut menjadi jenuh dengan
gas CO2.
3) Effervescent
Merupakan solutio yang diperoleh dengan cara
mencampurkan larutan asam dan larutan basa, tetapi gas CO2 yang
terbentuk ditahan seluruhnya, sehingga larutan tersebut mengandung
CO2 yang lewat jenuh.
Dalam hal ini basa yang digunakan adalah NaHCO3, dan asam
yang digunakan adalah asam lemah, contohnya asam sitrat.
Konsep potio
dengan meraksikan Natrium bicarbonat dengan asam lemah adalah agar
menghasilkan CO2 yang berperan dalam stabilitas obat dan memberikan
nuansa segar pada minuman seperti minuman berkarbonasi yang beredar
di masyarakat.
Dalam pembuatan sediaan potio saturasi maupun effervescent,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Larutan dikemas dalam botol khusus yang kuat dan memiliki tutup
yang rapat, jika perlu tutupnya diberi ikatan atau pengait khusus
seperti sampagne knop.
2) Tidak boleh dikocok, karena akan mengeluarkan gas di dalam botol.
Hal ini akan mengakibatkan botol sediaan akan pecah karena tekanan
yang sangat tinggi.
3) Tidak boleh mengandung bahan atau zat yang tidak larut
Elixir
Elixir merupakan larutan yang mengandung bahan obat sebagai solute dan campuran air-etanol sebagai solvent, sehingga memiliki sensasi bau dan rasa yang sedap dan segar. Dalam hal ini, etanol juga dapat berfungsi untuk menaikkan kelarutan obat. Selain etanol, dapat pula ditambahkan zat lain yaitu gliserol, sorbitol atau propilenglikol.
Sirup
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, sirup adalah lautan oral
yang mengandung sukrosa atau gula lain yang memilikikadar yang tinggi.
Berdasarkan kandungannya, sirup dapat dibagi menjadi :
1) sirup simplex, merupakan sirup yang mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25 % b/v
2) sirup obat, merupakan sirup yang mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan yang ditujukan untuk tujuan pengobatan
3) sirup pewangi, merupakan sirup yang tidak mengandung bahan obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap lain. Penambahan sirup pewangi pada suatu sediaan bertujuan untuk menutup rasa atau bau obat yang kurang menyenangkan.
Guttae (drop)
Guttae atau sediaan tetes yang dimaksud jika tidak dinyatakan lain
merupakan obat yang pemakaiannya per oral (masuk kedalam saluran
cerna) dengan cara diteteskan. Obat ini dapat digunakan dengan alat
bantu berupa pipet tetes untuk langsung digunakan pada mulut maupun
dicampur dengan makanan dan minuman.
Sediaan ini biasanya digunakan untuk bayi yang belum bisa
menelan cairan sendiri dalam jumlah banyak. Disamping itu, sediaan ini
sangat cocok untuk bayi karena ketepatan dosis yang lebih akurat karena
menggunakan alat pipet tetes yang memiliki skala ukur tertentu.
2. Larutan Topikal
Larutan topikal merupakan solutio yang digunakan diluar saluran
cerna, biasanya pemakaiannya pada kulit atau bagian mukosa lainnya.
Berbeda dengan larutan oral, larutan topikal ini tidak membutuhkan zat
tambahan yang begitu banyak atau tidak membutuhkan corigen.
Collyrium
Menurut Formularium Nasional, Collyrium adalah sediaan larutan
steril, jernih, bebas zarah asing, isotonus, ditugunakan untuk membersihkan
mata. Oleh karena itu sediaan ini disebut juga dengan obat cuci mata.
Untuk mendukung fungsinya dalam membersihkan mata, sediaan ini dapat
ditambahkan zat dapar untuk mempertahankan pH dan zat pengawet untuk
menjaga larutan agar tetap steril.
Kejernihan dan sterilitas sediaan ini memenuhi syarat sediaan
injeksi yang tertera pada Farmakope Indonesia. Penyimpanan sediaan ini
sebaiknya dalam wadah yang terbuat dari kaca atau plastik tertutup kedap.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada sediaan collyrium ini antara
lain :
1) Pada etiket bagian luar harus tertera masa penggunaan setelah tutup
dibuka, dan pada bagian luar produk harus tertulis “Obat cuci mata”
agar tidak terjadi kesalahan dalam pemakaian obat
2) Larutan cuci mata yang tidak mengandung bahan pengawet hanya
dapat bertahan selama 24 jam setelah botol dibuka, sedangkan sediaan
yang mengandung bahan pengawet hanya dapat bertahan paling
lama selama 7 hari. Hal ini dimaksudkan agar sterilitas dan kejernihan
sediaan tetap terjaga.
Guttae ophtalmicae
Guttae ophtalmicae atau disebut juga dengan obat tetes mata
adalah sediaan berupa larutan steril atau suspensi steril yang digunakan
dengan cara meneteskan pada bagian selaput lendir mata. Secara umum
persyaratan obat tetes mata dan obat cuci mata hampir sama, karena
penggunaannya pada mata yang sangat sensitif.
Akan tetapi karena sediaan
obat tetes mata penggunaannya dalam volume kecil pada mata, maka obat tetes mata diperbolehkan mengandung sedikit serbuk termikronisasi
yang terdispersi sangat halus dalam cairan pembawanya agar tidak
menyebabkan iritasi atau goresan pada kornea.
Komposisi sediaan obat tetes mata antara lain adalah :
1) Zat aktif / bahan obat, yaitu zat berkhasiat yang terkandung di dalam
sediaan obat.
2) Zat pengisotonis, yaitu zat yang ditambahakan agar larutan obat
tetes mata memiliki tekanan osmosis yang sama dengan cairan mata.
Tekanan osmosis cairan mata menurut Farmakope Edisi IV adalah
setara dengan NaCl 0,9% b/v. Pada kenyataannya mata manusia
masih dapat tahan terhadap nilai isotonis rendah hingga 0,6% b/v
dan tertinggi hingga setara dengan larutan NaCl 2,0% b/v.
3) Zat dapar, yaitu zat atau larutan yang dapat mempertahankan pH
sehingga larutan obat tetes mata dapat memiliki pH yang sama atau
mendekati pH cairan mata (sekitar 7,4).
4) Zat pengawet, yaitu zat atau larutan yang ditambahkan dengan tujuan
untuk mematikan atau mencegah pertumbuhan mikroba yang dapat
masuk pada saat tutup kemasan dibuka. Contoh zat pengawet yang
sering digunakan pada sediaan tetes mata adalah Benzalkonium
klorida.
5) Zat pengental, yaitu zat atau larutan yang dapat menaikkan viskositas
(kekentalan) cairan, sehingga dapat memperpanjang kontak antara
larutan obat tetes mata dengan selaput mata. Bahan yang sering
digunakan sebagai pengental adalah metil selulosa.
Gargarisma
Gargarisma atau obat kumur adalah sediaan berupa larutan yang
digunakan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
Tujuan utama penggunaan obat kumur adalah dimaksudkan agar obat yang
terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang
tenggorokan dan tidak dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung selaput lendir.
Pada sediaan gargarisma atau obat kumur, perlu diperhatikan halhal berikut :
1) Jika merupakan larutan pekat, maka harus ada petunjuk cara
pengenceran yang tepat
2) Harus ada penandaan “Hanya untuk kumur, tidak untuk ditelan”
Litus Oris
Litus oris adalah cairan kental yang pemakaiannya ditujukan dengan
cara mengoleskan pada bibir. Contoh obat yang dapat digunakan sebagai
oles bibir adalah Borax Glycerin 10%, larutan Gentian Violet.
Guttae nasales
Guttae nasales adalah cairan yang digunakan dengan cara
meneteskan ke dalam rongga hidung. Pada sediaan ini dapat ditambahkan
bahan pensuspensi, zat dapar, pengisotonis, dan zat pengawet
Guttae auriculares
Guttae auriculares adalah cairan yang digunakan dengan
meneteskan atau memasukkan obat ke dalam rongga telinga. Larutan
ini sedapat mungkin tidak menggunakan zat pembawa atau pelarut air,
biasanya yang dipakai adalah gliserol, propilenglikol, dan minyak nabati.
Hal ini dimaksudkan agar konsistensi tetes telinga lebih kental, sehingga
dapat memperpanjang kontak obat dengan rongga telinga.
Inhalasi
Inhalasi adalah sediaan berupa serbuk obat, larutan, atau suspensi
yang cara pemakaiannya disedot melalui saluran nafas hidung atau mulut,
atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke dalam saluran pernafasan.
Sediaan inhalasi dapat diberikan untuk efek lokal maupun sistemik.
Inhalasi yang berisi cairan atau larutan disebut juga dengan aerosol atau
inhalasi dosis terukur.
Injeksi
Injeksi merupakan sediaan yang bersifat steril berupa larutan,
emulsi, suspensi yang cara pemakaiannya adalah dengan cara disuntikkan
atau merusak jaringan sehingga dapat masuk ke dalam kulit atau selaput
lendir.
Lavement
Lavement atau clysma atau disebut juga dengan enema adalah
cairan yang pemakaiannya melalui rektal (anus). Sediaan ini dapat berupa
larutan maupun semipadat atau gel. Sediaan enema memiliki tujuan
penggunaan sebagai berikut :
1) Membersihkan rektum dari kotoran atau feaces sebelum dilakukan
operasi
2) Sebagai obat , misalnya adstringen, karminativa, sedatif, emolien,
dan anthelmintika
3) Untuk membantu penegakan diagnosa penyakit
Douche
Douche adalah larutan yang digunakan untuk pengobatan atau
untuk membersihkan vagina. Sediaan ini sering dikenal dengan istilah
vaginal douche, dan mengandung zat antiseptik. Contoh sediaan yang
beredar di pasaran adalah Betadine Vaginal Douche yang mengandung
Povidon Iodida 10%.
Epithema / Obat Kompres
Epithema adalah larutan yang digunakan pada kulit yang sakit atau
panas karena radang dan dapat menimbulkan efek dingin atau sejuk.
Epithema sering disebut juga dengan obat kompres. Dalam hal lain dapat
juga sebagai antiseptik dan mengeringkan nanah. Contoh obat kompres
adalah liquor Burowi, Solutio Rivanol 0,1%.
Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Kelarutan
1. Sifat Solute dan Solvent
Solute (zat terlarut) yang bersifat polar akan larut dalam solvent
(pelarut) yang polar, begitu juga sebaliknya solute yang bersifat non polar
akan larut dalam solvent yang non polar pula. Peristiwa ini disebut juga
dengan istilah like-disolve-like. Contohnya garam yang dapat larut dalam air,
sedangkan kamfer larut dalam eter.
2. Cosolvensi
Cosolvensi adalah teknik modifikasi pelarut atau kombinasi pelarut
yang dapat menaikkan kelarutan suatu zat terlarut (solute). Contohnya
senyawa obat phenobarbital tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
campuran air-gliserin-etanol (solutio petit).
3. Derajat Kelarutan
Larut atau tidaknya solute terhadap solvent tergantung tingkat
atau derajat kelarutan dari solute tersebut. Bahan yang derajatnya “larut”
membutuhkan solvent yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan
yang derajatnya “sukar larut” untuk dapat melarutkan suatu solute dengan
sempurna.
Istilah kelarutan dinyatakan dalam 1 bagian zat terlarut (solute) dalam
sejumlah bagian volume tertentu pelarut (solvent).
4. Temperatur
Sebagian besar zat terlarut akan bertambah kelarutannya pada
temperatur tinggi. Dengan kata lain maka kelarutan berbanding lurus
dengan temperatur, jika ingin meningkatkan kelarutan suatu zat, maka salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah menaikkan suhunya.
5. Salting in
Salting in adalah peristiwa meningkatnya kelarutan suatu zat utama
di dalam solvent yang disebabkan oleh penambahan zat lain yang memiliki
derajat kelarutan lebih besar. Contohnya adalah Riboflavin (vitamin B2) tidak
larut dalam air, akan tetapi jika ditambahkan nikotinamida maka riboflavin
tersebut dapat larut dalam air.
6. Salting out
Salting out adalah peristiwa kelarutan suatu zat utama menjadi turun
di dalam solvent yang disebabkan oleh penambahan zat lain yang memiliki
derajat kelarutan lebih besar. Contohnya adalah kelarutan minyak atsiri akan
menurun di dalam air jika ditambahkan NaCl jenuh pada air tersebut.
7. Pembentukan Garam kompleks
Pembentukan kompleks merupakan peristiwa terjadinya interaksi
antara zat utama dan zat tertentu sehingga membentuk senyawa yang
lebih kompleks dan dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutannya.
Contohnya adalah senyawa Iodium (I2) tidak larut dalam air, tetapi jika
kita mereaksikan iodium dengan Kalium Iodida (KI), maka akan terbentuk
senyawa kompleks Kalium Triiodida (KI3) yang larut dalam air.
I
2 + KI KI3